Antara Hoax dan Realita

01
Sumber foto: cnnindonesia.com

Kini kita banyak menyimak dan mengkonsumsi hoax berlebihan, akibatnya otak kita mual-mual dan muntah cibiran serta makian lewat mulut kita sendiri. Kayaknya kita sudah mulai alergi ketika menghadapi isu-isu yang kurang enak untuk didengar dan dibicarakan, seakan baru sebentar saja dunia sudah diporak-porandakan oleh wacana-wacana murahan, tidak beraturan dan saling berbenturan, sehingga kita jadi saling hasut dan bermusuhan. Kalau menurut si mbah google salah, atau si ustaz fulan bilang salah, atau juga si prof anu bilang salah, anggapannya sudah salah semua, walaupun kemungkinan besar informasinya hanya kita baca lewat media yang mungkin tidak bisa dipercaya sepenuhnya.

Media, olehnya kita bisa dibutakan dalam sekejap dengan racun-racun dan bahan mematikan lainnya yang mungkin itu kita konsumsi sehari-hari. Baudrillard, filosof asal Perancis, pernah berargumen bahwa, “Televisi dan begitu pula media massa lainnya telah meninggalkan ruang yang dimediasi demi menyimpan kehidupan ‘nyata’ di dalamnya dan mengubah dirinya sendiri seperti layaknya yang dilakukan virus terhadap sel yang normal. Kita bergerak mengarungi dunia dalam citra yang disintesasikan. Yang demikian itu sagatlah fatal ketika kita tidak mampu memfilter dan mengcounter apa pun yang kita konsumsi lewat media. Tanpa disadari ketika berkenalan dengan media sosial hubungan asmara denganya begitu cepat, dengannya kita merasa menjadi Tuhan oleh karena ribuan pengikut dan tukang like yang selalu memuja dan memuji kita.

Hoax atau berita bohong yang tidak sesuai realita, kini menghegemoni dan menemukan tempatnya yang nyaman di media, terlebih di Medsos (media sosial). Secara realitas kita melihat paling banyak berita yang disebar melalui media sosial, berbagai macam pengguna medsos yang tidak bertanggung jawab setiap harinya menyebar berita yang tidak valid. Ada semacam kemauan di luar kehendak untuk terus melakukan kejahatan, daripada menyampaikan informasi-informasi yang sejuk dan bermanfaat. Tangan serasa ringan dalam menyebar fitnah, kebencian, dan provokasi di media sosial yang menurut mereka adalah suatu kebanggaan. Yang kemudian itu membentuk mental-mental yang hanya berani di dunia maya saja. Sesuai kondisi dan situasi bagaimana membuat dan menyebar hoax.

Hal ini tentu membuat kita sering terperangkap dalam jebakan yang sudah didesain di dunia maya oleh sebagian mereka yang banyak berkontribusi pada produk hoax. Bukan hanya di kalangan masyarakat biasa yang banyak terperangkap dalam jebakan tersebut termasuk juga sebagian kalangan akademisi. Kita  sudah susah membedakan mana berita yang benar dan berita yang tidak benar, saking banyaknya dan tersistematisnya gerakan-gerakan pembuat dan penyebar hoax di media sosial.

Bijaksana dalam Membaca Berita

Banyak contoh kasus yang terjadi seperti adanya broadcast pesan dengan dalih masuk surga, kalau tidak disebarkan maka akan masuk neraka, atau pesan berhadiah jutaan rupiah, ‘mama minta pulsa’ dan lain sebagainya. Fenomena ini pada tingkatan tertentu sudah banyak tersebar dan banyak memakan korban. Sehingga akan sangat berbahaya ketika kita sembarangan percaya pada tulisan ataupun berita yang tidak jelas sumbernya. Yang kemudian ketika dishare maka akan mengubah mindset dari si pembaca, dan tidak menutup kemungkinan akan sembarangan dalam berfatwa dan menuduh orang, entah itu saudara, kawan, keluarga bahkan orang tua. Jangan sampai kita terpengaruh dengan berita-berita yang membuat kita terprovokasi dan melakukan aksi di luar etika dan berperilaku yang tidak semestinya.

Intinya harus hati-hati dalam menggunakan media sosial. Konkretnya bahwa ada aturan, etika dan batasan tertentu yang harus kita perhatikan. Agar supaya kita tidak menambah keresahan di masyarakat dalam menerima informasi yang mungkin bisa berkategori fatal kalau dikonsumsi. Jadilah pengguna Medsos yang bijak dan tidak mengikuti kemauan nafsu dalam bermedsos. Bijaklah dalam membaca berita!

*Penulis: Ersandi Paputungan, Aksarawan KOSAKATA (Komunitas Aksara Totabuan). Salah satu penggiat literasi dari FORMASI-BOLTIM (Forum Pelajar Mahasiswa Indonesia Bolaang Mongondow Timur).

Tinggalkan Komentar